Minggu, 25 Maret 2012

Bakteri Patogen (Listeria monocytogenes & Vibrio parahaemolyticus)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Bakteri, dari kata  bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme  hidup. Mereka sangat kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal). Secara mikroskopik mereka dapat dikategorikan berdasarkan bentuk, Gram, motilitas, dan kebutuhannnya akan oksigen. Tiap bakteri menyebabkan penyakit tertentu dan menyerang daerah tertentu pada tubuh manusia. Diantaranya disebabkan oleh bakteri  Listeria monocytogenes,  Vibrio parahaemolyticus  Semua bakteri tersebut menimbulkan berbagai penyakit, diantaranya   Listeriosis  merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes,  penyakit gastroenteritis disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus, Hampir sebagian penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat, terutama bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia.
            Jadi, diharapkan semua manusia dapat hidup lebih sehat dan selalu menjaga kebersihan karena ukuran mikroskopik yang dimiliki oleh bakteri dan keberadaan bakteri yang tersebar dimana-mana seperti di air, udara, dan tempat lainnya menyebabkan manusia mudah terserang penyakit.

1.2 Tujuan Penulisan
     Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang bakteri patogen yang menyerang sistem saraf dan saluran pencernaan  serta penyakit yang disebabkan, gejala, pengobatan, dan pencegahan yang di timbulkan.



BAB II
PEMBAHASAN


II.  Jenis Bakteri Patogen

II.1  Listeria monocytogenes
Klasifikasi.
Kingdom  : Bacteria
Phyllum    : Firmicutes
Classis      : Bacilli
Ordo         : Bacillales
Familia     : Listeriaceae
Genus       : Listeria
Species     : Listeria monocytogenes



a.      Morfologi
Bakteri ini merupakan bakteri Gram-positif, dan motil/bergerak dengan menggunakan flagella. Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan. Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat tertentu.


b.      Struktur dan Gambar Listeria monocytogenes
L. monocytogenes mempunyai dinding sel yang tipis. Dinding selnya terpisah dari membrane plasma dan dibatasi oleh sebuah ruang. Di dalam ruang ini terdapat struktur-struktur vesicular kecil. Sel L.monocytogenes mempunyai banyak organel membran intrasitoplasmik yang kemudian disebut mesosom. Pada umumnya, sitoplasma sel dibungkus oleh granula dengan berbagai variasi ukuran yang akan mengaburkan struktur sitoplasmik. Fibrillar nucleoplasm umum dijumpai pada bagian tengah dari batang L.monocytogenes.

                                                     Listeria monocytogenes Transmission EM.
© 2008 Kenneth Todar, PhD



c.       Daur Hidup Listeria monocytogenes







Daur hidup dari L.monocytogenes nampak pada gambar di atas. Sebagai bagian dari pertahanan normal sel inang terhadap infeksi, sel darah putih (macrophages) memakan Listeria (fagositosis) untuk membunuh bakteri tersebut. Meskipun demikian, Listeria akan membentuk enzim spesifik untuk membantunya lolos dari “perut” sel (lisosom) dan masuk ke sitoplasma. Listeria menghindar dari sistem imunitas dengan tumbuh dalam sitoplasma sel inang.
Setelah masuk ke sel sitoplasma sel inang, Listeria segera mengumpulkan protein dari sel inang untuk membentuk ekor yang menyerupai roket (rocket-like tails) yang mengandung F-actin. Ekor F-aktin ini menggerakkan bakteri ke seleruh sitoplasma. Ketika bertemu dengan membran luar sel, Listeria akan merusak bentuk dari membrane dan akan berusaha menginfeksi sel-sel yang lain. Bakteri kemudian akan mengatur perlindungan dari membrane luar sel inang. Tidak lama kemudian, sel inang akan penuh dengan bakteri dan pecah. Sel-sel yang berdekatan dengan sel inang tersebut kemudian terinfeksi.

d.      Habitat Hidup Listeria monocytogenes

Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, perairan yang tercemar kotoran, silase (pakan hijau yang difermentasi), kotoran hewan (1-10% manusia juga pembawa bakteri ini didalam ususnya) dan pupuk kandang.
Listeria monocytogenes tidak membentuk spora dan termasuk bakteri yang tidak bercabang. Bakteri ini tidak berkoloni dan terkadang nampak berupa rantai pendek. Listeria dapat memproduksi ATP (Adenosin Triphosphat) melalui rantai respirasi dan memiliki beberapa jalur untuk fermentasi. Hal ini membuktikan Listeria termasuk bakteri anaerob fakultatif, Listeria termasuk bakteri pathogen interseluler yang dalam menggunakan actin filaments di dalam sel inang untuk bergerak.
Suhu optimum pertumbuhan Listeria monocytogenes berkisar antara 300-370C, tetapi masih dapat tumbuh pada suhu rendah hingga 30C.Oleh karena dapat tumbuh pada suhu rendah hingga 30C maka bakteri ini bisa berkembang biak dalam makanan yang disimpan di kulkas. Motil pada suhu 25oC, non-motil pada 35oC. Listeria juga tahan terhadap lingkungan yang ekstrim, contohnya lingkungan dengan konsentrasi garam yang tinggi, pH yang tinggi, dan temperature tinggi. Batas tumbuh bakteri adalah pada aw 0.92 – 0.93. Tahan hidup 40 hari penyimpanan pada suhu 25oC dalam hasil laut dengan kadar air rendah (2.0 – 2.35%). Kisaran pH pertumbuhan bakteri cukup luas yaitu 9.2 (maksimal) dan terendah 4.6 – 5.0. Desinfektan yang efektif menghilangkan L. monocytogenes adalah natrium hipoklorit, yodium, peroksida, amonium kuaterner. Dekontaminasi pada sayuran minimum pada konsentrasi klorin 200 ppm.

e.       Infeksi Listeria monocytogenes
     Listeriosis adalah infeksi serius yang disebabkan oleh pengkonsumsian makanan yang terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes. Walaupun ada berbagai tipe Listeria, kebanyakan kasus listeriosis disebabkan oleh Listeria monocytogenes. Listeria ditemukan pada tanah dan air. Sayur-sayuran dapat terkontaninasi dari tanah ataupun dari pupuk yang diberikan.
Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada leher rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya diawali dengan gejala-gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari listeriosis yang lebih parah, namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi. Secara epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan penggunaan antasida atau cimetidine (antasida dan cimetidine merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau mengurangi produksi asam lambung). Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih parah tidak diketahui, tetapi mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal munculnya gejala pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari.

f.       Keterkaitan Listeria monocytogenes dengan makanan.
L. monocytogenes dikaitkan dengan makanan seperti susu mentah, susu yang proses pasteurisasinya kurang benar, keju (terutama jenis keju yang dimatangkan secara lunak), es krim, sayuran mentah, sosis dari daging mentah yang difermentasi, daging unggas mentah dan yang sudah dimasak, semua jenis daging mentah, dan ikan mentah atau ikan asap. Kemampuannya untuk tumbuh pada temperatur rendah hingga 3°C memungkinkan bakteri ini berkembang biak dalam makanan yang disimpan di lemari pendingin.
g.         Cara Pencegahan Listeria monocytogenes
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan (misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.
    
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meminimalisasi kesempatan terjangkit listeriosis:
  1. Konsumen
  •     Membaca dan mengikuti semua label dan instruksi yang tertera pada kemasan makanan dalam penyimpanan dan penyiapan bahan makanan tersebut.
  •       Setelah selesai mengolah makanan, khususnya bahan mentah seperti daging dan ikan, bersihkan
  •        seluruh permukaan yang digunakan selama pengolahan.
  •      Untuk menghindari kontaminasi silang, bersihkan semua pisau, alas untuk memotong, dan peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan mentah sebelum digunakan kembali.
  •        Mencuci buah dan sayur sebelum dimakan.
  •        Menaruh makanan yang tidak tahan lama pada refrigerator atau bahkan dibekukan.
  •      Untuk menghilangkan es pada makanan yang dibekukan dilakukan pada air dingin atau microwave, jangan membiarkannya pada temperature kamar.
  •      Penyimpanan makanan yang sisa maksimum hanya empat hari dan panaskan dahulu pada temperatur 750C sebelum dimakan.
  • Mengecek temperatur refrigerator dengan menggunakan termometer dan pastikan temperatur berada dibawah 30C. Jika temperatur pada refrigerator meningkat maka pertumbuhan Listeria pada bahan makanan juga meningkat.
  •      Secara berkala, bersihkan refrigerator. Semakin sering refrigerator dibersihkan, semakin berkurang kesempatan transfer Listeria dari bahan makanan yang terkontaminasi pada permukaan makanan yang tidak terkontaminasi.


  1. Produsen dan Retailer

·          Selama pendistribusian dari produsen ke retailer dilakukan berbagai usaha untuk mengurangi risiko yang berhubungan dengan Listeria monocytogenes. Hal tersebut dapat dilakukan contohnya pada proses produksi.
·         Baik industri rumah tangga maupun industri besar berusaha mengembangkan sistem yang dapat meningkatkan keamanan produk yang dihasilkan.
·         Melakukan pengemasan produk, khususnya produk dengan bahan dasar daging dan susu dengan baik dan benar.

3.      Bagi Ibu Hamil
·         Selama hamil, sebaiknya ibu menghindari kontak dengan hewan liar maupun hewan peliharaan.
·         Ibu hamil sebaiknya menghindarai pemakaian hasil olahan susu yang tidak dipasteurisasi atau sayuran mentah.

h.             Cara Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah meredakan infeksi melalui pemberian antibiotik, yaitu ampisilin intravena dengan gentamisin (atau trimetroprim-sulfametoksazol). Infeksi yang ditularkan melalui plasenta memiliki angka kematian sebesar 50%. Bayi yang bertahan hidup akan mengalami kerusakan saraf dan gangguan perkembangan


II.2. Vibrio parahaemolyticus

Klasifikasi.
                                                                        kingdom          : Bacteria
                                                                        filum                : Proteobacteria
kelas                : Gamma Proteobacteria
order                : Vibrionales
famili               : Vibrionaceae
genus               : Vibrio
species             :Vibrio parahaemolyticus
            (Sumber : Wikipedia 2011)
Gambar Bentuk Vibrio parahaemolyticus


Morfologi
Bakteri Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri gram negatif, halofilik, bersifat motil atau bergerak, berbentuk bengkok atau koma, menghasilkan energi untuk pertumbuhan dengan oksidasi, fakultatif anaerob dan mempunyai flagelum kutub tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta bersifat zoonosis ( Austin 2010).  Perubahan bentuk morfologi Vp dapat terjadi dengan perlakuan suhu dingin dan kondisi lingkungan yang tidak menunjang (Chen et al 2009).



  

a.      Habitat Vibrio parahaemolyticus
Bakteri Vp hidup pada sekitar muara sungai (brackish water atau estuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open sea).  Bakteri Vp terutama hidup di perairan Asia Timur.  Bakteri ini tumbuh pada air laut dengan kadar NaCl optimum 3%,  ( berkembang baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %)  pada kisaran suhu 5 -  43 OC, pH 4,8 –11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99.   Pertumbuhan berlangsung cepat pada suhu  optimum 37 OC dengan waktu generasi hanya 9-11 menit.  Pada beberapa spesies Vibrio suhu pertumbuhan sekitar 5 – 43 OC (pada suhu 10 OC merupakan suhu minimum pada lingkungan) (Adams and Moss 2008). Selama musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur laut, sedangkan selama musim panas mereka ditemukan di perairan pantai.  Bakteri Vp dapat hidup sebagai koloni pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk makanan laut lainnya (Sudheesh and Xu 2002).
Vp adalah bakteri halofilik didistribusikan di perairan pantai di seluruh dunia.  Bakteri ini ditemukan di lingkungan muara sungai dan menunjukkan variasi musiman, yang hadir dalam jumlah tertinggi selama musim panas. Selama musim dingin, bakteri ini tetap berada di bawah muara pada bahan chitinous plankton (Ray 2004).

b.      Siklus Hidup Vibrio parahaemolyticus 


Gambar Siklus Hidup Vibrio parahaemolyticus (Sumber : CDC)

c.       Penyakit dan Gejala Klinis Vibrio parahaemolyticus

Penyebab penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas.  Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan.  Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.

d.      Keterkaitan Vibrio parahaemolyticus dengan makanan.
Keracunan makanan oleh Vp selalu berhubungan dengan ikan dan kekerangan.  Kejadian wabah telah dilaporkan di USA dan Eropa, akan tetapi di Jepang keracunan makanan akibat Vp adalah penyebab paling umum dari keracunan makanan.  Ini dikaitkan dengan kebiasaan kuliner masyarakat di Jepang yang mengkonsumsi ikan mentah atau setengah matang, walaupun penyakit juga dapat terjadi akibat kontaminasi silang produk yang telah masak yang berada di dapur.   Meskipun bakteri ini hanya akan menjadi bagian dari flora alami ikan yang ditangkap di perairan pantai selama musim panas, oleh karena itu akan dapat dengan mudah menyebar ke spesies ikan yang berada pada lingkungan air yang lebih dalam, kontaminasi juga dapat terjadi melalui kontak di pasar ikan dan akan berkembang biak cepat jika produk itu tidak dalam keadaan cukup dingin (Adams and Moss 2008).
     Vibrio parahaemolyticus telah diisolasi dalam jumlah yang tinggi dari berbagai jenis makanan laut yang dipanen dari lingkungan muara, khususnya selama musim panas.  Wabah serta kasus sporadis gastroenteritis, terkait dengan konsumsi makanan laut yang masih mentah (ikan, kerang, kepiting, udang, dan lobster), dimasak tidak sempurna, atau terkontaminasi setelah pemanasan.  Dalam makanan laut mentah dan matang yang tidak disimpan dalam refrigerator, Vp dapat tumbuh dengan cepat, terutama pada suhu 20 sampai 30OC.  Dalam makanan laut dengan penyimpanan pada suhu yang tidak tepat, sel dapat mencapai tingkat dosis infektif sangat cepat, dari jumlah awal yang rendah.
Gambar Kerang yang terkontaminasi Vibrio parahaemolyticus

e.       Cara Pencegahan
Berbagai tindakan preventif mutlak dilakukan untuk meminimalkan terjadinya keracunan makanan dan gastroenteritis. Namun, pencegahan yang dilakukan tidak perlu dengan menghindari produk yang potensial tercemar mikroba karena produk pangan tersebut merupakan salah satu sumber asupan gizi yang diperlukan tubuh kita. Pencegahan dapat dilakukan dengan memasak seafood secara benar dan menghindari konsumsi makanan laut mentah serta memperhatikan kebersihan pribadi (good personal hygiene practice) (Linton 2005).  Pengendalian juga dilakukan dengan melihat bahwa kejadian infeksi atau kontaminasi akibat Vp banyak terjadi pada musim panas dan pada kondisi air yang hangat, dan harus menjadi perhatian khusus pada kondisi tersebut.

f.       Pengobatan.

1.         Penggantian cairan dan elektrolit
Dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena.  Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.  Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air.  Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. 

2.         Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.  Pemberian antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare, tanda infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, untuk mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, diare pada pelaku perjalanan (travellers), dan pasien immunocompromised.  Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

3.         Obat anti diare
Obat anti diare  di bagi atas 2 kelompok
1.    Kelompok antisekresi selektif .
Terobosan terbaru dalam abad ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare dan dapat digunakan pada anak-anak.
2.    Kelompok opiate.
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).  Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5 mg 3 – 4 x sehari. 
























BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit kepada manusia. Diantaranya disebabkan oleh bakteri  Listeria monocytogenes, Vibrio parahaemolyticus.  Hampir sebagian penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat, terutama bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia.

III.2  Saran
Kita harus waspada terhadap bakteri patogen karena bakteri ini ada dimana-mana dan dapat menyebabkan penyakit yang fatal bagi tubuh kita. Kita harus mengenali gejala infeksi serta jalur infeksi dari pada bakteri-bakteri patogen. Dengan begitu, kita dapat mencegah dan bertindak cepat dan tepat jika ada yang terkena infeksi bakteri pathogen.











DAFTAR PUSTAKA

·         Adams MR and Moss MO. 2008. Food Microbiology. Third Edition.University of Surrey, Guildford, UK. The Royal Society of Chemistry.
·         Austin B. 2010. Vibrios as casual agents of zoonoses. Journal of Veterinary Microbiology 140 (2010) : 310–317.
·         Anonimus. 2011. Vibrio. http://id.wikipedia.org/wiki/Vibrio

·         Chen SY, Jane WN, Chen YS, Wong HC. 2009. Morphological changes of Vibrio parahaemolyticus under cold and starvation stresses. International Journal of Food Microbiology 129 (2009) : 157–165.
·         Lee JK, Jung DW, Eom SY,  Oh SW, Kim Y,  Kwak HY and Kim YH. 2008.  Occurrence of Vibrio parahaemolyticus in oysters from Korean retail outlets.  Journal of Food Control 19 (2008) : 990–994.
·         Linton R. 2005. Food Safety Hazards in Foodservice and Food Retail Establishments. Department of Food Science Purdue University.
·         Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology. Third Edition. published in the Taylor & Francis e-Library.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar